illustrasi |
Karena tak punya pekerjaan,
sementara dia punya harga diri yang tinggi di tengah kondisi Jakarta yang
menuntut terlalu banyak, Tino dan istrinya Dahlia Nasution kerap bersitegang.
Sang istri akhirnya kembali ke Depok dan Tino menitipkan anak-anaknya ke rumah
sang nenek.
Tak lama kemudian, Tino kembali
mengambil anak-anaknya dan hidup bersama istri barunya bernama Santi. Di sebuah
rumah kontrakan kecil di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, mereka tinggal. Tino
dan Santi serta 3 anak Tino yaitu Anggi, Arie, dan Andi.
Sadar kalau dirinya pengangguran,
sehabis mengantar istri ke kantor, Tino melamar kerja ke berbagai tempat.
Teman-teman juga mulai dihubungi, tapi semuanya tak ada yang memberi harapan.
Kondisi ini membuat Santi mulai cerewet, ditambah anak-anak yang mulai
membandel sesuai dengan perkembangan usianya.
Sindiran Santi yang menyoal sikap
anak-anaknya membuat Tino mulai bersikap keras pada Arie dan 2 saudaranya.
Entah kenapa, kemarahan Tino dan Santi tertumpu pada Arie, anak kedua Tino yang
juga murid kelas 1 SD Perguruan Cikini, Jakarta Pusat.
Oleh teman-teman sekelasnya, Arie
dikenal sebagai anak yang lincah, lucu, kadang bandel, dan senang bercanda.
Sedangkan di mata gurunya, Arie dikenal sebagai anak yang rajin dan pandai.
Nilainya untuk pelajaran matematika 8,5.
Namun, bagi Tino dan Santi,
kenakalan Arie sudah melewati batas. Penyiksaan terhadap anak yang periang ini
terjadi mulai 3 November 1984, ketika Arie dituduh Tino dan Santi mencuri uang
Rp1.500. Arie menjerit kesakitan ketika dihujani pukulan oleh kedua orangtuanya
karena tak mau mengaku.
Pukulan itu menimpa muka, tangan,
kaki, dan bagian belakang tubuhnya. Tak sampai di situ, Tino juga mengikat kaki
dan tangan Arie. Kemudian, seperti layaknya pencuri Arie disuruh jongkok di
kamar mandi. "Ayo minta maaf dan mengaku," teriak Santi.
Merasa tidak melakukan apa yang
dituduhkan kepadanya atau sebagai ekspresi pembangkangan, Arie tetap membisu.
Penasaran, Tino dan Santi melepas ikatan tangan Arie dan menyiramkan air dingin
ke tubuh sang bocah.
Santi meminta tambahan hukuman
dengan menyuruh Arie jongkok sambil memegang kuping. Anak tidak berdosa ini
melaksanakan hukumannya sambil mengerang menahan sakit.
Kekejaman Tino dan Santi terus berlanjut dan mencapai puncaknya pada Rabu 7 November 1984.
Kekejaman Tino dan Santi terus berlanjut dan mencapai puncaknya pada Rabu 7 November 1984.
Arie kembali dituduh mencuri uang Rp
8.000. Bocah yang mengaku tidak mencuri ini kembali dianiaya. Santi dengan
gemas menampari Arie yang berdiri ketakutan.
Lanjutkan MembacaBaca Sebelumnya